“Ia yang telah meraih kesadaran, ia yang hidup berkesadaran dalam keseimbangan diri, sesungguhnya telah terbebaskan dari konsekuensi baik-buruk atas segala perbuatannya di dunia ini. Sebab itu, lakonilah Yoga. Yoga adalah yang membuat seorang pelaku menjadi terampil, dan efisien, dalam segala pekerjaannya.” Bhagavad Gita 2:50
Bagaimana kita bisa bebas dari penyesalan, bebas dari segala macam kekahawatiran? Satu-satunya cara adalah ketika kita berbuat, apa pun yang kita perbuat, dengan penuh ketrampilan dan efisien. Inilah definisi dari Yoga. Istilah yang digunakan dalam bahasa Sanskrit adalah kaushalyam, selalu trampil. Kita sering ngeles, sudah berbuat salah tapi langsung ngeles. Kita sigap untuk memberikan pembenaran atas segala kesalahan kita.
Kalau kita berada dalam satu situasi, bekerja dalam suatu perusahaan multinasional misalnya, ada yang kerja di sini dengan perusahaan asing? Kita tidak bisa ngeles. Sedikitpun pembenaran hire or fire. Langsung shake hand mulai besok nggak usah bekerja lagi. Inilah Yoga, inilah Hindu Samskriti, inilah budaya Hindu. Trampil efisien tidak ngeles. Tidak mencari pembenaran. Kalau salah ya salah dan tidak mengulanginya lagi.
Krishna sedang mengatakan kepada Arjuna, kamu sekarang sedang ngeles. Memberikan begitu banyak pembenaran. Padahal ujung-ujungnya sebetulnya kamu takut. Takut menghadapi orang-orang yang lebih pintar dari pada dirimu, orang-orang yang kau anggap sebagai gurumu, sebagai kakekmu. Tapi kamu menutupi kelemahanmu rasa takutmu dengan berbagai macam teori. Ini karena begini, ini karena begitu.
Saya masih ingat sekali, waktu saya sedang batuk sedikit dan saya sedang menuju One Earth Ciawi menggunakan mobil. Saya pikir saya sudah okeoke saja membawa mobil, karena saya juga sudah Minum obat batuk OBH. Namun saya sedikit kehilangan kesadaran, untung mobil masuk ke tengah-tengah yang ada rumput, masuk ke situ. Kalau nggak sudah tabrakan maut itu di Tol di Jagorawi.
Sedikit pun kesadaran kita agak melenceng sedikit, bila terjadi kecelakaan. Dalam hidup juga begitu, entah dalam keluarga, dalam di kantor di mana pun. Sedikit kesalahan, tidak trampil dan tidak efisien.
Saat terbelit pikiran "Saya mau efisien, tapi tidak perlu baik benar. Hasilnya kurang sedikit nggak apa-apa asal efisien" Tidak bisa begitu. Kalau pernah mendengar bekerja dengan orang asing di perusahaan garmen, jika kancingnya sedikit saja tidak benar atau di trimmingnya kurang benar masih ada benang-benangnya kelihatan dan orderan bukan hanya 100 piece 200 piece, tetapi 10.000 lusin, 100 ribu piece. Orang asing itu kemudian datang dan dia buka satu dua karton, sepuluh karton, dia menemukan 5-6 piece yang kancingnya tidak benar, maka dia akan secara otomatis ingin mengecek semua karton. Dan itu pekerjaan yang luar biasa. Setiap piece dia akan buka, seenaknya dia, ambil dari mana pun juga. Kita nggak bisa shipment kalau shipmentnya dua hari lagi. Untuk mem-pack kembali itu nggak mungkin. Padahal kesalahan sedikit saja.
Atau di kedokteran misalnya, makanya sebelum melakukan bedah, setiap rumah sakit akan minta disclaimer untuk ditandatangani dulu. Karena begitu berada di meja bedah apa pun bisa terjadi. Kemarin-kemarin kita mendengar pesawat yang jatuh. Kesalahan teknis sedikit barangkali, malam sebelumnya sudah diketahui ada kesalahan entah bagaimana. Sudah diperbaiki nggak baik atau bagaimana kita nggak tahu. Tapi kesalahan teknis sedikit membuat pesawat jatuh, sekian banyak orang meninggal.
Inilah hal-hal yang sering terjadi dalam hidup kita kalau kita tidak hati-hati, kita tidak selalu waspada. Kesalahan itu sedikit atau banyak tetap terjadi.
“Para bijak yang berkesadaran demikian (Yoga; seimbang, terampil) tidak lagi terikat pada hasil perbuatannya, bebas dari kelahiran ulang, dan terbebaskan pula dari segala derita (di dunia, maupun di alam setelah kematian).” Bhagavad Gita 2:51
Berkesadaran demikian, trampil, tidak terikat pada hasil perbuatan. Kalau Anda sudag trampil, sudah efisen, hasilnya pasti baik, pasti bagus.
Saya dulu dengar dari ibu saya. Beliau sering puasa Senin-Kamis, dan beliau harus masak untuk kita juga. Suatu ketika beliau sedang kurang fit atau apa, kemudian yang masak adalah pembantu. Ketika pembantu yang masak kadang garamnya kelebihan atau kadang garamnya kurang. Kadang telalu pahit, terlalu manis, terlalu asin. Suatu ketika saya perhatikan pembantu lagi masak, dia ambil satu sendok, dicicipi dulu. Tetap saja masih kurang ini kurang itu. Entar dia kira sudah keasinan dia masukin air, dia cicipi lagi, jadi kebanyakan air.
Ibu saya tidak pernah melakukan yang pembantu saya lakukan. Ini ketrampilan. Sudah tahu seberapa garam yang harus dimasuki. Kalau sudah trampil, ada orang tanya sama kalian, ini resepnya seperti apa? Anda akan bingung sendiri lho. Apa resepnya, saya masaknya begitu. Kalau sudah bisa memberikan resep berarti belum trampil. Kalau trampil nggak pakai resep. Trampil ya trampil, masak sudah jadi. Tapi kalau masih pakai resep, kalau di dapur masih ada alat timbang. Untuk timbang ini berapa gram, berarti belum trampil. Malah saya melihat ada orang-orang yang di kitchennya, di dapurnya ada tempat, untuk taruh buku. Jadi sambil baca buku, panasnya bagaimana, seperti apa, berapa derajat, belum trampil. Trampil berarti sudah tahu, perasaannya sudah kuat sekali. Kalau saya berbuat ini akan salah, saya berbuat ini tidak akan salah dan akan baik hasilnya. Ngeles berati tidak trampil. Trampil tidak akan mencari pembenaran, tidak akan mencari alasan kenapa begini, kenapa begitu. Para bijak yang berkesadaran demikian, seimbang trampil tidak lagi terikat dengan hasil perbuatannya.
Dia tidak akan memikirkan hasil perbuatannya karena dia tahu, pasti baik, pasti bagus. Coba ketika Anda sedang menghadapi ujian di sekolah misalnya. Masih ingat ketika kita menghadapi ujian? Dibutuhkan ketrampilan. Kalau waktu ujian mikir terus, terlalu banyak mikir, pasti banyak salah juga. Tapi kalau sepanjang tahun sepanjang bulan, sudah belajar dengan baik, akan mengalir saja. Tidak perlu telalu banyak, pusing saat itu.
“Ketika kesadaran telah melampaui awan tebal kebingungan yang bersifat ilusif, maka kau menjadi tawar, tidak lagi peduli pada segala apa yang telah kau dengarkan dan akan kau dengarkan (karena apa yang kau dengar, baca, dan sebagainya hanyalah pengetahuan belaka, Kesadaran adalah pengalaman pribadi).” Bhagavad Gita 2:52
Kita terpengaruh oleh kata orang. Sekarang di media sosial banyak hoax kan? Banyak sekali hal-hal yang tidak benar. Tapi kita langsung percaya, karena di dalam diri kita belum ada kesadaran yang bisa menimbang. Berita ini diberitakan benar tidak? Jadi sekarang perlu hati-hati, sekarang ada undang-undang ITE. Kalau terima berita, kalau belum tahu persis benar atau tidak, jangan langsung disebarkan. Apalagi berita yang menakutkan.
Dulu tahun 98 di Jakarta terjadi ribut, suka ada gerombolan orang membakar, menjarah, dan kita sekarang sudah tidak pakai telpon pakai kabel lagi. Sekarang semuanya sudah pakai handphone, pakai getaran. Apalagi, 20 tahun kemudian teknologi lebih canggih lagi. Kalau sudah ketakutan, melihat sesuatu, dia ketakutan dan dia telepon, ke suatu tempat yang jaraknya 10- 15 km, getaran-getaran takut itu, akan menyebar bukan cuma diterima oleh orang yang menerima telpon. Tapi menyebar ke mana-mana karena rasa takut itu getaran. Jadi sebelum Anda bicara dengan orang yang Anda tuju itu, getaran ini sudah menyebar ke mana-mana. Sudah membuat banyak orang takut.
Jadi hati-hati. Jangan menyebarkan hal-hal yang membuat orang bisa takut, bisa khawatir, bisa menjadi lemah, banyak hal yang tidak perlu disebarkan. Ya kalau ada sesuatu yang perlu kita sampaikan ya. Tapi banyak hal yang sebetulnya nggak perlu disebarkan. Dan juga tidak perlu kita percaya langsung kepada orang kirim berita apa pun juga.
Sumber: Video Youtube Bersama Anand Krishna Bhagavad Gita Sehari Hari 02:50-60 Yoga Berarti Ketrampilan Dalam Segala Hal
Ikuti kelas Meditasi dan Yoga bersama AKC Joglosemar. Untuk Informasi dan Pendaftaran hubungi 087888858858/0816677225/082227774618
Comments