top of page
Cari

Kecewa dengan Keluarga atau Teman Dekat, Mengapa?

Diperbarui: 19 Jul 2022

Ia yang bebas dari keterikatan, keakuan serta rasa kepemilikan (punya-‘ku’, keluarga-‘ku’,dan sebagainya); kesadarannya terpusatkan pada Pengetahuan Sejati tentang Hakikat Diri sebagai Jiwa; dan berkarya dengan semangat persembahan – sesungguhnya telah terbebaskan dari segala konsekuensi perbuatannya.” Bhagavad Gita 4:23


Kebanyakan kekecewaan kita itu datang dari keluarga kita sendiri atau dengan teman baik. Pernahkah kita berantem dengan orang asing yang nggak ada hubungan sama sekali dengan kita? Jawabannya tentu tidak. Mau berantem juga bagaimana?


Ketika kita punya anak dan sudah besar, kita berharap anak kita akan begini, begitu. Hal ini belum tentu terjadi. Mau dikasih pendidikan sebaik-baiknya, mau diapakan juga, dia punya karma sendiri. Ya kita tetap berbuat, tetap memberikan saran yang baik, advice yang baik, kalau kapan-kapan perlu dijewer kupingnya, kita jewer. Nggak ada salahnya. Mau ditegor? Silahkan ditegor. Tetapi jangan mengharapkan, kita melakukan tugas kita sebagai orang tua. Tugas kita adalah memberikan advice yang baik kepada anak-anak kita. Tapi kalau mengharapkan apakah dia pasti akan mendengarkan Kita? Belum tentu. Dan itu sebabnya kita kecewa.



Terdapat cerita pengalaman dari seseorang yang ada di Bali, yaitu ada kakek dan nenek tinggal diperkampungan, sedangkan anaknya kerja di Denpasar. Jarak tempuh dari Denpasar ke perkampungan yaitu cukup jauh 2,5 jam - 3 jam, jadi anak ini pulang seminggu sekali. Lumayan lah anak ini pulang seminggu sekali, diluar sana banyak anak yang tidak peduli lagi (tidak mau pulang). Banya anak yang cuma pulang kalau cuma ada odalan, kalau nggak ada odalan nggak pulang.


Tetapi kebetulan anak ini tidak bisa pulang 2 - 3 minggu, karena dia kerja dihotel dan ada pekerjaan yang tidak memungkinkan. Kemudian anak ini memberi kabar ke Ibunya lewat telpon "Ibu saya tidak bisa pulang selama 2-3 minggu". Ibu, bapak, kakek dan nenek yang dikampung okeoke saja.


Suatu hari datanglah tetangga bertanya "kok anakmu gak pulang 2-3 minggu ada apa? Katanya anak zaman sekarang udah gak benar, udah gak peduli dengan ibu bapak yang sudah tua, ditinggalkan begitu saja" Orang tua ini yang tadinya oke-oke saja, sekarang jadi Stress. Hati-hati sama tetangga dan pembantu. Pembantu juga begitu.


Mau mencari hati majikan pria dia gosok-gosok wanita. Mau cari hati wanita dia gosok-gosok pria. Dari zaman Ramayana begitu. Manthara, dia nggak suka sama Rama dia gosok-gosok Keikayi, sampai Rama diasingkan. Ingat kan ceritanya. Gara-gara siapa? Pembantu. Jadi Ramayana mengatakan hati-hati dengan pembantu. Hati-hati dengan tetangga. Jangan terbawa, dan kalau kita sendiri menjadi pembantu, pembantu kan luas sekali kan? Setiap orang yang bekerja disuatu perusahaan besar, ada boss berarti kita pembantu kan?


Kita juga jangan bertindak sebagai Manthara. Jangan menjadi pencipta konflik, provokator. Jadi sekarang kalau ada orang provokasi, katakan dengan baik-baik jangan jadi Manthara dong? Tapi kalau dia tanya mungkin dia tidak ngerti mungkin dia lupa siapa Manthara, kita baca Ramayana itu kan kita ingat siapa? Rama, Sita, Lakshmana. Mungkin Manthara sudah lupa. Kalau ada provokator yang datang ke tempat, Anda bilang sama dia, jangan jadi Manthara.


Kembali ke cerita tadi, anaknya tanya kepada saya ini ibu dan bapak saya harus saya apakan? Stress berat mereka sekarang, dulu nggak pernah stress. Saya bilang pergilah kekampung. Sampaikan cerita Manthara ini dan bilangkan kepada ibumu, itu tetangga yang gosok-gosok ibu itu adalah reinkarnasinya Manthara. Jadi jangan digubrisin, di ambil dalam hati. Dengar buang. Begitu.


Kalau ada orang yang memprovokasi Anda, jangan jadi Manthara. Atau lebih bagus lagi, pegang kaki dia, sujud sama dia bilang wahai ibuku bapakku, saya berbahagia sekali, bila didatangi oleh rekan Manthara tapi tolong saya nggak butuh kamu. Manthara-manthara ini ada di dekat kita. Dia menciptakan rasa iri, rasa sombong, coba lihat tetangga itu punya mobil baru. Kamu belum punya apa-apa. Banyak sekali perempuan kalau lagi jalan kepalan tangan diperlihatkan, ada nggak disini yang begini? Banyak, mungkin disini nggak. Tapi kalau di kota-kota besar begitu. Jalan itu begini tujuanny apa? Mau kasih lihat saya pakai cincin baru.


Pria juga begitu, dia punya masalah lain lagi. Tapi begitulah rasa iri, sombong, irinya lain kalau pria. Di kota-kota besar perempuan kalau mau fashion mau modis bajunya tambah pendek. Belahannya tambah rendah, kalau cowok mau jadi ganteng, bajunya tetap lebih rapat lagi. Pakai dasi pakai jas, pakai ini, kan gila. Yang suka masuk angin itu kan perempuan tapi kalau mau jadi modis baju belahannya makin rendah. Pria yang sudah kegerahan, mau modis malah tutup-tutup. Nggak masuk akal kan? Tapi itulah dunia kita.


Penjelasan lebih lanjut, kunjungi vidio berikut ini


Sumber: Video Youtube Bersama Anand Krishna Bhagavad Gita Sehari-Hari Ayat 04:18-25 Bekerja Sepenuh Hati Tanpa Beban dan Rasa Khawatir

Postingan Terkait

bottom of page