top of page
Cari

Sebuah Renungan Meniti ke dalam Diri

Di dalam sebuah artikel, Anand Krishna mengajak kembali untuk meniti ke dalam diri dan menukan diri sejati. Mari kita sama-sama selami artikel singkat ini, dimana akan sangat berguna bagi penyelam spiritual untuk terus menyelam ke dalam dirinya melalui keheningan meditasi dan yoga.

Hidup menjadi berarti, bermakna, karena anda memberikan arti kepadanya, memberikan makna kepadanya. Bagi mereka yang tidak memberikan makna, tidak memberikan arti, hidup ini ibarat lembaran kertas yang kosong. ~ Anand Krishna



Menemukan Dirimu

Oleh Anand Krishna


Mulat sarira, sebuah istilah yang sering dikutip oleh masyarakat Bali; telah dipilih sebagai tema dari Festival Seni Bali tahun ini. Artinya introspeksi diri, mulat sarira bukan sekedar konsep, dogma, atau doktrin agama tertentu, tapi sebuah ajakan bagi seluruh umat manusia, terlepas dari perbedaan latar belakang agama, status sosial, ras, ideologi politik dan ekonomi untuk “kembali ke akarnya dan menemukan dirimu.”


Tak seperti ajakan dari setiap agama, ini bukan sekedar panggilan untuk kembali kepada Tuhan. Ini bukan ajakan untuk menghadap ke Kashi, Ka’bah, atau Yerusalem – tapi untuk “meniti ke dalam diri” dan menemukan “diri”mu.


Sesungguhnya, ini bukan panggilan biasa. Karena ketika Anda berpaling kepada Tuhan, yang kata orang ialah sumber semua cinta dan segala rasa sayang, Anda bisa jadi akan merasakan konsolasi. Tapi saat berpaling ke dalam untuk menemukan “diri”mu sendiri, Anda tak akan menemukan cinta ataupun rasa sayang. Anda justru akan menemukan kebencian dan egoisme.


Ketika Anda berdoa kepada Tuhan yang Maha Mendengar, Anda mengharapkan Ia, apapun atau siapapun Dia, untuk mendengar tangisan Anda dan memberi perhatian pada kemalanganmu. Tapi saat Anda berpaling ke dalam diri, Anda menatap “diri”mu yang sejati dalam keadaan merana itu. Tak ada konsolasi; faktanya ialah Anda menemukan diri yang telanjang bulat. Anda mulai melihat diri sendiri tanpa selubung apapun, tanpa pakaian selembarpun. Anda melihat diri Anda yang masih “mentah”.


Ketika Anda melakukannya, jangan mengambil kesimpulan apapun. Jangan meniti ke dalam diri dengan segempok pengkondisian diri yang terdahulu, seperti “Tuhan berada di dalam dirimu,” atau “Kamu pada hakikatnya ialah Tuhan.” Menitilah ke dalam diri dengan pikiran dan hati terbuka.

Menitilah ke dalam diri tanpa pamrih, dan kemudian Anda akan menemukan “diri”mu, “jati diri”mu.


Proses meniti ke dalam diri ini ialah meditasi. Buddha menyebutnya vipasana. Umat Budhis menambahkan seperangkat latihan. Buddha sendiri tak pernah memberikan gambaran, atau lebih tepatnya memberikan resep, berupa latihan tertentu. Ia ialah panggilan yang generik, “Meniti ke dalam diri,” mulat sarira. Tak ada latihan, tak ada inisiasi – cukup membawa “niat tunggal”mu untuk meniti ke dalam diri. Cukup membawa “hasrat membara”mu untuk meniti ke dalam diri. Cukup membawa “kemauan”mu untuk menemukan “diri”mu dalam keadaan telanjang bulat.


Ada orang yang menghubungkan vipasana atau meditasi dengan kesehatan, penyembuhan, keseimbangan emosional dan seterusnya. Itu tak akan menjadi mulat sarira; itu tak akan menjadi vipasana; itu tak akan menjadi Meniti ke Dalam diri. Anda tak meniti ke dalam diri untuk sembuh; Anda tak meniti ke dalam diri dengan ekspektasi. Anda meniti ke dalam diri tanpa ekspektasi. Bagaimana kamu bisa meniti ke dalam diri dengan harapan untuk sembuh, jika pada awalnya Anda bahkan tak tahu apakah kamu sehat atau tidak? Anda tak membutuhkan pengobatan apapun. Anda bisa jadi hanya menghalusinasikan penyakitmu dan dan ketidakseimbangan emosimu.


Jadi sekali lagi, menitilah ke dalam tanpa ekspektasi apapun


Dan berterimakasihlah, bersyukurlah, atas segala yang Anda temukan. Bisa jadi itu cinta, atau justru kebencian. Bisa jadi itu kasih sayang, atau justru egoisme. Bisa jadi itu berupa kerendahan hati atau justru arogansi. Bisa jadi itu ialah kebijaksanaan, kebajikan, atau justru ego dan iri dengki. Apapun yang Anda temukan, itulah “Anda”. Sekali saja Anda menemukan “diri”mu, langkah selanjutnya menjadi mudah.


Menyelamlah dalam penemuanmu itu; jadilah otentik pada dirimu sendiri dan apa yang ingin Anda lakukan terhadapnya. Jujurlah pada dirimu jika Anda merasa puas dengan penemuanmu itu. Jika jawabannya positif – “ya” tanpa keraguan – peliharalah terus hal itu. Tapi bila jawabannya “tidak”, lantas ubahlah ini menjadi apa yang Anda anggap sebagai suatu ideal.

Jadi ada, sebenarnya, dua aspek bagi mulat sarira. Pertama ialah menemukan diri, dan kedua ialah apa yang hendak Anda lakukan terhadapnya.


Sayangnya aspek tersebut acapkali terlupakan. Kita memahami istilah tersebut, tapi kita tak melakoninya. Ini seperti memegang resep medis di rumah dari seorang dokter ahli, tapi kita tak meminum obatnya. Ini menyebabkan kondisi yang memprihatinkan dalam masyarakat kita

Bali, Pulau Dewata, lebih banyak terjadi bunuh diri di sini ketimbang di daerah lain di Indonesia. Bali juga memiliki angka insfeksi HIV tertinggi di banding daerah lain di kepulauan ini. Banyak orang akan menyalahkan faktor luaran untuk kondisi semacam ini. Saya tidak. Saya memilih untuk melakukan mulat sarira, introspeksi diri, vipasana, meniti ke dalam diri untuk menemukan akar dari segala permasalahan kita tersebut. Di mana kita telah jauh melenceng?


Mudah saja memakai mulat sarira sebagai sebuah slogan, tapi sangat sulit untuk mempraktekkannya. Karenanya saat saya mulai mempraktekkannya, saya menyadari bahwa ada banyak kesalahan di dalam diri saya. Angka bunuh diri yang tinggi, infeksi HIV yang marak di kalangan masyarakat Bali, perampokan dan kriminalitas lainnya – semua itu secara langsung terkait dengan diri saya. Menakutkan!


Saya berubah menjadi materialis, dalam pengertian bahwa saya tak lagi melihat energi sebagai sumber dari segala sesuatu. Saya mulai mempercayai kekekalan materi, ketimbang energi. Saya telah melupakan, walau Eistein telah mengingatkan saya bahwa benda dan energi itu relatif, kendati demikian ketika ia menjadi tak berakhir dan tak berbatas, mereka semua ialah kualitas energi


Ketika saya meniti ke dalam diri, pelajaran pertama yang saya pelajari ialah kebutuhan untuk menemukan sumber dari segala sesuatu, untuk melihat hal-hal sebagaimana mereka adanya. Setelah melakukan hal itu, setelah meniti ke dalam diri, saya kembali kepada Nabi dari Arabia dan saya menemukan beliau mengucapkan kata-kata yang sama: “Seseorang yang mengenal dirinya, mengenali Tuhan.” Saya mendengar petuah para bijak dari Yunani kuno bergema, “Kenali dirimu!” Dan, saya mendengar Krishna bernyanyi kepada sahabatnya Arjuna di medan perang Kurusetra, “Diri-Mu ialah teman sekaligus musuh terbaik.”


Mulat sarira ialah ajakan untuk berhenti bersandar pada semua faktor luaran dan mulai untuk bersandar pada diri sendiri.



Ikuti Meditasi Ananda's Neo Self Empowerment bersama AKC Joglosemar. Informasi dan pendaftaran hubungi 087888858858/0816677225/082227774618


Artikel ini awalnya berbahasa inggris dan di terjemahkan oleh Nugroho Angkasa, ke dalam bahasa Indonesia sehingga bisa kita mengerti besarma. Terima kasih atas upaya terjemahannya ini


Postingan Terkait

bottom of page